Terhitung 5 hari sudah, pikiran lagi ganentu banget arahnya kemana. Drama hati sama pikiran yang kadang ga sinkron rasanya makin ramai (ckck). Biasanya jika sedang diposisi mumet seperti ini, aku lebih sering di kamar, ngerjain beberapa kerjaan di kamar, alih-alih jika ada yang mengajak keluar untuk sekedar cari angin atau ngelakuin kegiatan di luar barulah mau ikut, jika tidak, aku bukan termasuk orang nekat yang bisa pergi dan enjoy kemana aja sendirian tanpa tujuan (ckck).
Well, Sekitar pukul 7 malam yang lebihnya entah berapa menit, Ridwan ngetuk pintu kamar. Dengan tidak ada tujuan lain selain bilang "mau ikut naik gunung ga?", Selain kaget, aku juga sedikit antusias dengan menanyakan beberapa pertanyaan seperti kapan, kemana, perempuanya siapa saja dan bagaimana teknisnya.
Ia menjawab singkat, besok lusa, ke Gunung Baud sambil sesekali menunjukan foto dan lokasinya, adapun dengan siapanya ia menjawab "kalo jadi kita berangkat 12 orang, 4 perempuan, 8 laki-laki" yang kesemua itu tak lain dari teman adikku. Pikirku waktunya sangat mepet, akhirnya aku hanya bilang nanti ku kabari lagi.
Setelah memikirkan banyak hal, aku memutuskan untuk ikut dengan syarat adik perempuanku juga ikut, melihat yang justru lebih antusias dengan perjalanan ini dia, bukan aku, dan rasanya aku sedikit kasihan jika tidak mengajak, lagipula pikirku dia terhitung bukan anak kecil lagi setelah genap 17 tahun di bulan Juli ini, jadi rasanya dia juga bisa paham kondisi dan gambaran naik gunung seperti apa. Selain itu aku yakin bapak juga tidak akan begitu saja memberi izin, terlepas dulu aku pernah memberanikan diri minta izin naik gunung bersama teman-teman dan hasilnya malah dinasehatin bukan kepalang, bukan tidak nantinya saat adik perempuanku penasaran dilain waktiu dan diapun meminta izin untuk itu, hasilnya akan sama sepertiku, jadi kupikir kesempatan ini bisa jadi pengalaman untuk dia nantinya, mengingat alasan paling kuat bapak akan mengizinkan kami sepertinya karena adanya ridwan, saudara laki-laki kami. Dan benar saja, bapak mengizinkan meskipun harus sedikit memohon.
Keesokan harinya, aku mengecek beberapa hal yang semestinya disiapkan, sedikit me-list beberapa perlengkapan lagi. Beberapa baju, camilan ringan, mie dan bihun instan, jaket tebal, kain, sikat gigi, dll tak lupa kumasukan. Terlepas dari secarik kertas yang berisi list keperluan, rupanya point penting yang juga harus kubenahi adalah mental. Agak sedikit drama si di bagian ini, tapi jujur perihal beberapa tantangan di gunung—yang kalian taukan itu gunung asing banget di kuping (ck), bahkan sampai ajang menginap di alam terbuka masih jadi hal yang aga sedikit horor dikepalaku. Pikiran-pikiran aneh tak jarang muncul, contohnya " kalo ketemu hewan buas harus gimana ya, bahkan sampai terlintas kalo aku gabisa tidur dan pasti sepi banget di gunung gimana ya ckck?" padahal berangkat saja belum lohh (dasar aku).
Kami berkumpul di point meeting selepas sholat dzuhur, ada info baru bahwa yang jadi ikut hanya 10 orang. Aga sedikit sedih si, karena jumlahnya berkurang. Rencana awal kami mulai mendaki sekitar pukul 13.00 WIB, tapi sayangnya ada beberapa kendala yang akhirnya pemberangkatanpun terpaksa tertunda sampai pukul 15.00 WIB. Sudah bisa dipastikan, kami masih dalam perjalanan saat gelap sudah tiba.
Cuaca saat itu sangat terik sekali, sedikit menyengat dikulit meskipun sudah memakai baju berlapis, tak jarang debu jalanan juga ikut membuat mata sedikit menahan rasa perih. Meski begitu, syukurlah angin sepoy-sepoy masih bisa kami nikmati, masih lumayan dibanding harus bercucuran keringat. Aku dan adik perempuanku menunggu di warung kecil, tempat orang-orang melepas lelah setelah turun atau bagi mereka yang sedang bersiap-siap untuk naik, seperti kami. Disamping itu, anggota lainnya masih sibuk mengecek beberapa perlengkapan. Waktu sudah menunjukam pukul 3 sore, kamipun memutuskan untuk berangkat. Langit nampak teduh, perkiraan kami sepertinya tidak akan hujan. Doa bersamapun kami panjatkan, semoga senantiasa selalu dalam lindungan Tuhan dimanapun kami berada. Langkah mulai kami awali, suasana hutan mulai kami nikmati.
Aku lanjut nanti ya (hehe)
Well, Sekitar pukul 7 malam yang lebihnya entah berapa menit, Ridwan ngetuk pintu kamar. Dengan tidak ada tujuan lain selain bilang "mau ikut naik gunung ga?", Selain kaget, aku juga sedikit antusias dengan menanyakan beberapa pertanyaan seperti kapan, kemana, perempuanya siapa saja dan bagaimana teknisnya.
Ia menjawab singkat, besok lusa, ke Gunung Baud sambil sesekali menunjukan foto dan lokasinya, adapun dengan siapanya ia menjawab "kalo jadi kita berangkat 12 orang, 4 perempuan, 8 laki-laki" yang kesemua itu tak lain dari teman adikku. Pikirku waktunya sangat mepet, akhirnya aku hanya bilang nanti ku kabari lagi.
Setelah memikirkan banyak hal, aku memutuskan untuk ikut dengan syarat adik perempuanku juga ikut, melihat yang justru lebih antusias dengan perjalanan ini dia, bukan aku, dan rasanya aku sedikit kasihan jika tidak mengajak, lagipula pikirku dia terhitung bukan anak kecil lagi setelah genap 17 tahun di bulan Juli ini, jadi rasanya dia juga bisa paham kondisi dan gambaran naik gunung seperti apa. Selain itu aku yakin bapak juga tidak akan begitu saja memberi izin, terlepas dulu aku pernah memberanikan diri minta izin naik gunung bersama teman-teman dan hasilnya malah dinasehatin bukan kepalang, bukan tidak nantinya saat adik perempuanku penasaran dilain waktiu dan diapun meminta izin untuk itu, hasilnya akan sama sepertiku, jadi kupikir kesempatan ini bisa jadi pengalaman untuk dia nantinya, mengingat alasan paling kuat bapak akan mengizinkan kami sepertinya karena adanya ridwan, saudara laki-laki kami. Dan benar saja, bapak mengizinkan meskipun harus sedikit memohon.
Keesokan harinya, aku mengecek beberapa hal yang semestinya disiapkan, sedikit me-list beberapa perlengkapan lagi. Beberapa baju, camilan ringan, mie dan bihun instan, jaket tebal, kain, sikat gigi, dll tak lupa kumasukan. Terlepas dari secarik kertas yang berisi list keperluan, rupanya point penting yang juga harus kubenahi adalah mental. Agak sedikit drama si di bagian ini, tapi jujur perihal beberapa tantangan di gunung—yang kalian taukan itu gunung asing banget di kuping (ck), bahkan sampai ajang menginap di alam terbuka masih jadi hal yang aga sedikit horor dikepalaku. Pikiran-pikiran aneh tak jarang muncul, contohnya " kalo ketemu hewan buas harus gimana ya, bahkan sampai terlintas kalo aku gabisa tidur dan pasti sepi banget di gunung gimana ya ckck?" padahal berangkat saja belum lohh (dasar aku).
Kami berkumpul di point meeting selepas sholat dzuhur, ada info baru bahwa yang jadi ikut hanya 10 orang. Aga sedikit sedih si, karena jumlahnya berkurang. Rencana awal kami mulai mendaki sekitar pukul 13.00 WIB, tapi sayangnya ada beberapa kendala yang akhirnya pemberangkatanpun terpaksa tertunda sampai pukul 15.00 WIB. Sudah bisa dipastikan, kami masih dalam perjalanan saat gelap sudah tiba.
Cuaca saat itu sangat terik sekali, sedikit menyengat dikulit meskipun sudah memakai baju berlapis, tak jarang debu jalanan juga ikut membuat mata sedikit menahan rasa perih. Meski begitu, syukurlah angin sepoy-sepoy masih bisa kami nikmati, masih lumayan dibanding harus bercucuran keringat. Aku dan adik perempuanku menunggu di warung kecil, tempat orang-orang melepas lelah setelah turun atau bagi mereka yang sedang bersiap-siap untuk naik, seperti kami. Disamping itu, anggota lainnya masih sibuk mengecek beberapa perlengkapan. Waktu sudah menunjukam pukul 3 sore, kamipun memutuskan untuk berangkat. Langit nampak teduh, perkiraan kami sepertinya tidak akan hujan. Doa bersamapun kami panjatkan, semoga senantiasa selalu dalam lindungan Tuhan dimanapun kami berada. Langkah mulai kami awali, suasana hutan mulai kami nikmati.
Aku lanjut nanti ya (hehe)