Bagian Pertama, Menuju Episode Baru.
Jakarta, 1 Mei 2019.
Koper dengan ukuran 20 inch berwaran biru dongker siap kuangkut dari kosan menuju alamat yang sudah kuterima, Hotel Mercure yang beralamatkan di Jl. Cikini Raya No.66, Kec. Menteng, Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10330 tertulis dikolom grup whatsApp yg kesemua anggotanya akan menjadi rekan kerjaku nantinya. Tak ada satupun yang kukenal secara pribadi, paling satu dua yg kukenal lewat akun sosial media beberapa tahun lalu, seingatku saat sedang mengikutin festival di Jogja dan rekan satu panggung saat mengisi program acara di TVRI. Selain koper berwarna biru dongker ini, rupanya aku tak cukup puas dengan barang bawaanku saat itu, satu koper rasanya belum cukup untuk membawa keperluanku selama satu bulan kedepan, akhirnya kuputuskan untuk membawa satu tas berukuran sedang, alih-alih takut kurang ini itu karena tak ada yg kukenal dekat pasti malu jika harus merepotkan.
Kendaraan oline membawaku menuju Stasiun Pondok Ranji, selepas tap kartu, aku menunggu beberapa menit kedatangan kereta, saat itu masih terbilang pagi, tapi beruntungnya aku tak harus berdesak-desakan dengan para penumpang yang mengejar jam kerja mereka, bisa dipastikan akan seperti apa jadinya, membawa begitu banyak barang saat jam berangkat kerja—Jakarta keras bos, hehe.
Kereta membawaku ke stasiun tanah abang untuk transit, tapi karena malas harus menunggu kedatangan kereta selanjutnya yang diperkirakan datang sekitar 20 menitan lagi, akhirnya kuputuskan untuk keluar gate dan lanjut dengan kendaraan online. Rasanya masih campur aduk, apalagi jika mengingat sebelum memutuskan untuk mengambil amanah ini banyak sekali pertimbanganya, harus bekerja profesional pastinya dan bagaiaman mengatasi rasa takut saat bertemu hambatan. Bagiku ini pengalaman dengan suasana yang terasa sangat berbeda, rekan kerjaku sudah dipastikan mereka yang profesional dibidangnya—bahkan akulah satu-satunya mentor yang terbilang paling muda, mengingat aku masih kuliah dan yang lainnya sudah lulus bahkan sudah berkeluarga, hal itu juga yang membuatku sedikit minder. Tapi lagi-lagi aku beruntung karena banyak orang diseklilingku yang tak berhenti men-support untuk bisa sampai disini.
Waktu menunjukan pukul 10.15 WIB, aku sampai di lobi depan hotel dengan perasaan yang masih tak karuan—akan seperti apa ya rekan kerjaku, aku bisa nyambung ga ya, nanti banyak rintangan ga ya, aku bisa atasin ga ya, semuanya seperti berenang dikepalaku, hingga suara dua perempuan yang memanggil namaku dengan ragu-ragu berhasil membuyarkan pikiranku, mereka mengenalkan diri dengan sebutan Mia dan Eka—iya, aku pernah bertemu dengan salah satu dari mereka. Mereka mengantarkanku ke kamar 304—kamar kami selama satu bulan kedepan.
Waktu menunjukan pukul 10.15 WIB, aku sampai di lobi depan hotel dengan perasaan yang masih tak karuan—akan seperti apa ya rekan kerjaku, aku bisa nyambung ga ya, nanti banyak rintangan ga ya, aku bisa atasin ga ya, semuanya seperti berenang dikepalaku, hingga suara dua perempuan yang memanggil namaku dengan ragu-ragu berhasil membuyarkan pikiranku, mereka mengenalkan diri dengan sebutan Mia dan Eka—iya, aku pernah bertemu dengan salah satu dari mereka. Mereka mengantarkanku ke kamar 304—kamar kami selama satu bulan kedepan.
Masih canggung rasanya, paling-paling hanya basa-basi sedikit. Aku datang lebih awal 30 menit dari jadwal briefieng pertama bersama para mentor lainnya, pikirku masih ada waktu untuk sedikit merapikan diri setelah 2 jam kurang 15 menit perjalan.
Tepat pukul 11.00 WIB kami bertiga turun ke aula dan briefieng pertamapun dimulai. Dibriefieng pertama kami, ada sekitar 7 mentor di tahun ini, 3 perempuan dan 4 lainnya laki-laki, selain berkenalan satu sama lain untuk membangun chemistry, kami juga berkenalan dengan beberapa kru dari stasiun tv, setelah itu kembali membahas konsep dan jobdesc selama karantina, beberapa lembar jadwalpun dibagikan, tugas memegang beberapa grup peserta karantinapun mulai ketahuan.
....
Syiar Anak Negeri 2, inilah nama program acara di TV lokal Indonesia MetroTv. Program ini merupakan program special Bulan Ramadhan yang mana sasarannya adalah kalangan para pelajar Indonesia dengan tujuan untuk menggelorakan syiar Islam melalui kompetisi musik religi dan dakwah dikalangan anak muda. Ajang pencarian bakat ini juga bekerja sama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia. Selama bulan Ramadhan, 12 peserta yang lolos dari berbagai daerah wajib mengikuti karantina di Jakarta. Pada hari sabtu dan minggu merekapun akan menjalani live performence yang mana setiap minggu itu pula mereka harus berhadapan dengan babak eliminasi.
Selain mentor dalam bidang musik, program ini juga menghadirkan mentor dari kalangan asatidz dari Kemenag, sehingga selama proses karantina berlangsung, tak ada alasan bagi mereka untuk tidak bisa membuat konsep seunik mungkin.
Minggu pertama dengan segala persiapan live performence yang begitu hectic karena merupakan pengalaman pertama masih terasa menyenangkan, bahkan masih sangat menyenangkan. Aku pribadi, merasakan indahnya tim kerja disini. Para kru dari stasiun tv inipun begitu humble dan asyik, sehingga saat menjelang buka puasa bersama rasanya begitu ramai setiap harinya. Antar kru, mentor dan peserta jadi lebih seru dan berkesan tentunya.
Di babak pertama live performence ini belum ada penyisihan, jadi masih dalam tahap pembiasaan dan penggemblengan. Menjelang babak kedua diminggu kedua, barulah 6 grup dipastikan harus pulang. Diminggu kedua inilah, rasanya sangat berbeda, para peserta begitu gigih berlatih, menghafal materi dakwah, mengulang materi musik dan aransemennya, juga berlatih koreo agar terlihat lebih menarik dan milenials.
....
Dikeseharianku—terutama saat menjelang malam, aku dan kedua teman sekamarku juga ikut dibikin gusar pastinya, melihat mereka setiap hari selama dua minggu ini sangat gigih, perasaan takut belum cukup memberikan yang terbaik saat membersamai mereka juga tak jarang melintas dikepala, terkadang kami bertiga justru malah bertukar kesulitan masing-masing seraya mencari solusi dan tak jarang berujung bergadang mencari referensi untuk aransemen—tapi itu bagian paling menyenangkan menurutku, karena dengan begitu aku benar-benar merasa bukan seminggu dua minggu mengenal mereka bahkan sudah seperti teman lama yang baru ketemu lagi, kami jadi semakin berchemistry satu sama lain.
....
to be continue....
0 komentar