Insomnia
Semenjak quarantine day yang terhitung sudah memasuki bulan ke empat ini, memang gabisa dipungkiri beberapa pola hidup aga sedikit bergeser karena banyak aktivitas yang aku—dan kita lakuin hanya #dirumahaja. Selain pola makan yang jadinya gakaruan, pola tidur juga rasanya malah makin ga kekontrol menurutku. Entah ada management waktu yang ketuker gitu aja karena dilakukan terus menerus dan tanpa kerasa malah jadi kebiasaan, atau memang akibat dari terlalu banyak gabut mau ngapain lagi setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah dan akhirnya dijadikan waktu untuk sekedar makan, rebahan, dan leha-leha aja selama dirumah karena gaboleh keluar rumah. Dari kesemua waktu yang bergeser itu, yang paling membuatku risau adalah jam tidurku yang malah jadi point penting yang harus sesegera mungkin kuatasi tapi sudah diujung bingung, malah sempet terbesit apa harus minun suplemen yang efek sampingnya bikin rasa kantuk menyerang ya agar bisa tidur pules.
Perihal insomnia ini sebenernya udah aku rasain saat masuk semester 5 masa kuliahku. Sebelumnya jam tidurku tak pernah lebih dari jam 9 malam—kecuali memang ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan segera, alih-alih bisa bangun dengan mata segar sekitar pukul 4 pagi atau setengah jam sebelumnya. Selain kebiasaan ini aku bawa dari pondok, selepas tamat pesantren di rumahku juga selalu menerapkan sistem bangun tidur pukul 4 pagi, karena semua orang di rumah harus siap-siap pergi kerja. Terutama nenek dan kakekku, mereka biasa pergi ke pasar selepas subuh karena harus membuka toko dan berjualan hingga pukul 3 sore. Sementara dua pamanku pergi pukul 6-7 pagi untuk menyusul kakek dan nenekku berjualan. Oia, selepas tamat sekolah aliyah dan sempat kuliah sambil mengajar selama kurang lebih setahun, aku memang lebih sering pulang kerumah nenek. Tidak ada alasan kuat saat itu, hanya ingin saja karena selepas mamah gaada, di rumah bapak jarang sekali ada orang selain bapak dan adik lelakiku, sementara adik perempuanku juga masih sekolah di pondok pesantren. Itulah kenapa aku lebih sering berada dirumah nenek saat pulang dari kesibukan kuliah dan mengajarku. Setelah satu tahun berlangsung, rupanya tipikal diriku yang memang senang mencoba hal baru memaksaku berhenti mengajar dan akhirnya mencoba kembali merantau. Kebetulan saat itu rasanya ingin sekali merasakan dunia pendidikan yang baru, akhirnya aku putuskan untuk mencoba daftar kuliah di Jakarta dan alhamdulilah hasilnya baik. Disinilah pola hidup baru dan kebiasaan baru juga tumbuh yang mengharuskanku untuk hidup lebih mandiri lagi di tempat baru yang kusebut kosan.
Kuliah di swasta dan negeri itu benar-benar beda menurutku, tanpa niat membeda-bedakannya dari segi baik dan kurang baiknya, yang ingin kusampaikan di sinilah hanyalah perihal kuliah di negeri ini membuatku harus berjuang lebih extra dari sebelumnya. Hal ini sudah dipastikan sangat mempengaruhi jam makan dan juga istirahatku. Karena menyelesaikan setumpuk tugas yang setiap minggunya pasti ada saja yang harus dikumpulkan, akhirnya gajarang malah jadinya sering begadang. Apalagi saat awal-awal masuk kuliah, aku sangat semangat mengikuti berbagai macam kegiatan intra kampus, seminar-seminar, ikut serta dalam rumpun kepanitian, himpunan mahasiswa jurusan, dan organisasi seni di kampus seperti training paduan suara PSM UIN Jakarta yang berlangsung kurang lebih 7 bulan dan lainnya. Tapi kesemua itu memang kembali pada pilihanku, jadi aku tidak pernah sama sekali menyalahkan atau menyesal pernah melalui itu semua, meskipun jam makan dan istirahatku jadi korbannya. Aku sungguh sangat menikmatinya.
Kembali ke jam tidurku. Meskipun melakukan berbagai macam kegiatan di luar ruangan, gajarang aku mengantuk di sela-sela aktivitas (hehe) untuk hal ini, bagiku jadi nikmat tersendiri, apalagi saat aktivitas di luar sudah rampung lalu pulang ke kosan dengan badan yang lumayan letih dan mata sudah berair karena keseringan nguap—issssssh bikin bobok jadi pules tau :))).
Dulu, jam bergadangku hanya kuat sampai pukul 12 malam—itupun pasti udah sepet banget mata, jarang sekali bisa lebih dari itu. Paling jika sangat mepet harus segera rampung, aku harus tidur dulu sebentar, barulah bangun dan bisa bergadang lagi sampai pagi, tapi ini sangat jarang terjadi si. Saat memasuki semester 5 aku jadi orang yang sering sekali bergadang. Sayangnya hal ini malah jadi kebiasaan sampai saat ini. Ada atau tidak ada tugas, aku hanya bisa tidur di jam-jam tengah malam. Tapi untungnya, aku masih bisa bangun pagi, sholat, siap siap, lalu berangkat kuliah. Paling siangnya aga sedikit mengantuk tapi masih bisa kuatasi.
Seiring jam kuliahku makin sedikit, tugas-tugas makin sedikit—welcome skripsweet, sayangnya jam tidurku masih belum berubah. Sedihnya saat masa pandemi seperti ini yang mengharuskan aku—dan kita, semua, untuk #stayathome—kebetulan sekali kondisi rumahku masih sangat sepiiiii banget, apalagi kalo malem, suara jangkrik di mana-mana. Hal ini malah jadi mimpi buruk buat aku pribadi. Aku penakut akut, makanya paling males kalo keinget atau denger cerita horor dan mistis mistis gitu. Parahnya selepas Ramadhan kemarin, aku baru bisa tidur di jam dua atau tigaa pagi, selalu—yaAllah aku risau banget bobok jam segini mulu. Mudah-mudahan setelah new normal ini, aku bener-bener bisa memperbaiki jam tidurku, kadang suka mikir kasian banget badanku cuma tidur 2-3 jam perhari—karena disiangnya aku gamau tidur takut malah seger malemnya :(((, sampai pernah di tahap googling kiat kiat agar pola tidur teratur 😌
Perihal insomnia ini sebenernya udah aku rasain saat masuk semester 5 masa kuliahku. Sebelumnya jam tidurku tak pernah lebih dari jam 9 malam—kecuali memang ada pekerjaan yang harus aku selesaikan dengan segera, alih-alih bisa bangun dengan mata segar sekitar pukul 4 pagi atau setengah jam sebelumnya. Selain kebiasaan ini aku bawa dari pondok, selepas tamat pesantren di rumahku juga selalu menerapkan sistem bangun tidur pukul 4 pagi, karena semua orang di rumah harus siap-siap pergi kerja. Terutama nenek dan kakekku, mereka biasa pergi ke pasar selepas subuh karena harus membuka toko dan berjualan hingga pukul 3 sore. Sementara dua pamanku pergi pukul 6-7 pagi untuk menyusul kakek dan nenekku berjualan. Oia, selepas tamat sekolah aliyah dan sempat kuliah sambil mengajar selama kurang lebih setahun, aku memang lebih sering pulang kerumah nenek. Tidak ada alasan kuat saat itu, hanya ingin saja karena selepas mamah gaada, di rumah bapak jarang sekali ada orang selain bapak dan adik lelakiku, sementara adik perempuanku juga masih sekolah di pondok pesantren. Itulah kenapa aku lebih sering berada dirumah nenek saat pulang dari kesibukan kuliah dan mengajarku. Setelah satu tahun berlangsung, rupanya tipikal diriku yang memang senang mencoba hal baru memaksaku berhenti mengajar dan akhirnya mencoba kembali merantau. Kebetulan saat itu rasanya ingin sekali merasakan dunia pendidikan yang baru, akhirnya aku putuskan untuk mencoba daftar kuliah di Jakarta dan alhamdulilah hasilnya baik. Disinilah pola hidup baru dan kebiasaan baru juga tumbuh yang mengharuskanku untuk hidup lebih mandiri lagi di tempat baru yang kusebut kosan.
Kuliah di swasta dan negeri itu benar-benar beda menurutku, tanpa niat membeda-bedakannya dari segi baik dan kurang baiknya, yang ingin kusampaikan di sinilah hanyalah perihal kuliah di negeri ini membuatku harus berjuang lebih extra dari sebelumnya. Hal ini sudah dipastikan sangat mempengaruhi jam makan dan juga istirahatku. Karena menyelesaikan setumpuk tugas yang setiap minggunya pasti ada saja yang harus dikumpulkan, akhirnya gajarang malah jadinya sering begadang. Apalagi saat awal-awal masuk kuliah, aku sangat semangat mengikuti berbagai macam kegiatan intra kampus, seminar-seminar, ikut serta dalam rumpun kepanitian, himpunan mahasiswa jurusan, dan organisasi seni di kampus seperti training paduan suara PSM UIN Jakarta yang berlangsung kurang lebih 7 bulan dan lainnya. Tapi kesemua itu memang kembali pada pilihanku, jadi aku tidak pernah sama sekali menyalahkan atau menyesal pernah melalui itu semua, meskipun jam makan dan istirahatku jadi korbannya. Aku sungguh sangat menikmatinya.
Kembali ke jam tidurku. Meskipun melakukan berbagai macam kegiatan di luar ruangan, gajarang aku mengantuk di sela-sela aktivitas (hehe) untuk hal ini, bagiku jadi nikmat tersendiri, apalagi saat aktivitas di luar sudah rampung lalu pulang ke kosan dengan badan yang lumayan letih dan mata sudah berair karena keseringan nguap—issssssh bikin bobok jadi pules tau :))).
Dulu, jam bergadangku hanya kuat sampai pukul 12 malam—itupun pasti udah sepet banget mata, jarang sekali bisa lebih dari itu. Paling jika sangat mepet harus segera rampung, aku harus tidur dulu sebentar, barulah bangun dan bisa bergadang lagi sampai pagi, tapi ini sangat jarang terjadi si. Saat memasuki semester 5 aku jadi orang yang sering sekali bergadang. Sayangnya hal ini malah jadi kebiasaan sampai saat ini. Ada atau tidak ada tugas, aku hanya bisa tidur di jam-jam tengah malam. Tapi untungnya, aku masih bisa bangun pagi, sholat, siap siap, lalu berangkat kuliah. Paling siangnya aga sedikit mengantuk tapi masih bisa kuatasi.
Seiring jam kuliahku makin sedikit, tugas-tugas makin sedikit—welcome skripsweet, sayangnya jam tidurku masih belum berubah. Sedihnya saat masa pandemi seperti ini yang mengharuskan aku—dan kita, semua, untuk #stayathome—kebetulan sekali kondisi rumahku masih sangat sepiiiii banget, apalagi kalo malem, suara jangkrik di mana-mana. Hal ini malah jadi mimpi buruk buat aku pribadi. Aku penakut akut, makanya paling males kalo keinget atau denger cerita horor dan mistis mistis gitu. Parahnya selepas Ramadhan kemarin, aku baru bisa tidur di jam dua atau tigaa pagi, selalu—yaAllah aku risau banget bobok jam segini mulu. Mudah-mudahan setelah new normal ini, aku bener-bener bisa memperbaiki jam tidurku, kadang suka mikir kasian banget badanku cuma tidur 2-3 jam perhari—karena disiangnya aku gamau tidur takut malah seger malemnya :(((, sampai pernah di tahap googling kiat kiat agar pola tidur teratur 😌
0 komentar